PENINGKATAN PEMANFAATAN ILMU
PELAYARAN ASTRONOMI
SEBAGAI ALTERNATIF KONTROL TERHADAP RENCANA
PELAYARAN DI MV. OCEAN PHOENIX
Cahya Fajar Budi
Hartanto, M.Mar., M.Si. 1), Agus Pamungkas, A.Md. 2)
1) Dosen Tetap Program Studi Nautika
Akpelni, 2) Alumni Akpelni Angkatan XLVI
e-mail : fajar@akpelni.ac.id
ABSTRACT
Nowadays,
Celestial Navigation is being left by deck officer on board the ship and
position fixing methode replaced by Electronical Navigation. On one side,
fixing position can be easier and faster, but on other hand, deck officer
become so addicted to the equipment and this matter become dangerous if
sometimes there is a trouble or error which is undetected earlier. This
situation will weaken the control system of fixed passage plan.
This
research uses observation methode and the result is given by descriptive
qualitative. Result of research and teoritical or practical study, found that
there are some proposals that can be done to improve the usage of Celestial
Navigation on board the ship, especially on an ocean going route vessel. Final
results of this research, answer 3 research questions related to the usage of Celestial
Navigation and recommend 3 alternatives to improve its usage as control
alternative to the passage plan, in order to support safety of navigation.
Kata kunci: Celestial Navigation, Passage Plan, Training
ABSTRAK
Ilmu Pelayaran Astronomi saat
ini sudah mulai ditinggalkan oleh perwira dek di atas kapal dan metode
penentuan posisi digantikan dengan Ilmu Pelayaran Elektronika. Pada satu sisi
memang penentuan posisi menjadi lebih mudah dan cepat, akan tetapi di sisi lain
para perwira dek menjadi ketergantungan pada alat dan hal ini membahayakan jika
suatu saat terjadi kerusakan atau adanya kesalahan yang tidak terdeteksi dini. Keadaan
ini melemahkan sistem kontrol terhadap jalannya rencana pelayaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan metode observasi dan hasilnya
disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan kajian teoritis
maupun praktis, mendapati ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk kembali
meningkatkan pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi di atas kapal, khususnya yang
melayari pelayaran samudera. Hasil akhir penelitian menjawab 3 pertanyaan
penelitian terkait dengan pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi dan
merekomendasikan 3 alternatif untuk meningkatkan pemanfaatan Ilmu Pelayaran
Astronomi sebagai alternatif kontrol terhadap rencana pelayaran demi mewujudkan
keselamatan pelayaran.
Kata kunci: Ilmu Pelayaran Astronomi, Rencana Pelayaran, Pelatihan
A.
PENDAHULUAN
Saat ini kapal menjadi salah satu hal yang penting dalam
menggerakkan perekonomian dunia karena kelebihannya sebagai sarana distribusi
dibanding moda transportasi lain. Untuk menunjang kelancaran arus distribusi barang
tersebut, maka keselamatan pelayaran menjadi hal pokok yang harus diutamakan.
Keselamatan pelayaran dipengaruhi banyak faktor, baik dari dalam maupun dari
luar kapal. Faktor eksternal mungkin sulit dikendalikan, namun faktor internal lebih
mudah ditangani karena sepenuhnya ada pada kendali pihak kapal.
Salah satu faktor internal
adalah kemampuan merencanakan pelayaran yang harus dimiliki oleh para perwira
dek. Tentu tidak hanya berhenti pada merencanakan tentunya, tapi juga pada
penerapan sistem kontrol yang baik sehingga tidak ada keraguan akan keselamatan
pelayaran. Banyak unsur yang ada di dalam rencana pelayaran, salah satunya
adalah metode penentuan posisi sebagai sarana kontrol terhadap pelaksanaan
rencana pelayaran. Cara penentuan posisi selama ini dikenal dalam 3 istilah
yaitu Ilmu Pelayaran Datar, Ilmu Pelayaran Astronomi, dan Ilmu Pelayaran
Elektronika.
Sejak dikembangkan pada abad
ke-19, Ilmu Pelayaran Elektronika terus dimanfaatkan oleh para navigator dan
lambat laun mulai menggerus ilmu pelayaran yang lain, khususnya Ilmu Pelayaran
Astronomi. Memang pada kenyataannya penentuan posisi dengan alat-alat
elektronika seperti Global Positioning
System (GPS), dapat dilakukan setiap saat dengan cepat. Namun
ketergantungan pada alat ini harus mulai dicermati karena para perwira dek
menjadi ketergantungan pada alat elektronika dan tidak memiliki alternatif lain
dalam menentukan posisi, terutama apabila terjadi kegagalan atau kerusakan alat
elektronika di kapal. Oleh karena itulah, penulisan ini disusun dengan tujuan untuk
mengungkap fenomena yang terjadi pada para perwira dek dan peran perusahaan
dalam pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi sehingga diharapkan memberi gambaran
akan pentingnya penggunaan Ilmu Pelayaran Astronomi sebagai alternatif kontrol
terhadap jalannya rencana pelayaran.
B.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan non-statistika dan lebih
menekankan pada proses penyimpulan serta analisis fenomena yang diamati dengan
menggunakan logika ilmiah atau cara berfikir formal dan argumentatif. Hasil
penelitian disajikan secara deskriptif, yaitu penyajian fakta secara sistematik
(Azwar, 2010 : 5)
Studi pustaka dan dokumen
dilakukan dari berbagai sumber seperti diktat pelayaran yang telah ada. Data
yang diperoleh dari referensi tersebut kemudian diolah dan disajikan untuk
memperkuat landasan teori dari penulisan ini.
Penelitian dilakukan dengan
melakukan pengamatan langsung pada para perwira di atas kapal MV. Ocean Phoenix,
sebuah kapal niaga jenis curah, berbendera Singapore yang dimiliki oleh PT.
Indofood dan dikelola oleh MSI Ship Management Pte. Ltd. Singapore. Observasi
dilaksanakan selama 1 tahun sejak 9 Juli 2013 sampai dengan tanggal 11 Juli
2014.
Metode pengumpulan data
selain dengan observasi dan studi pustaka, juga dilakukan dengan wawancara atau
tanya jawab antara penulis-II dengan perwira dek di kapal sebagai sumber data
primer dan juga kepada kru lain yang terkait dengan kegiatan perwira dek saat
jaga di anjungan seperti para juru mudi jaga, sebagai sumber data sekunder.
Dengan demikian penulis bisa mengetahui seberapa penting dan bergunanya Ilmu
Pelayaran Astronomi bagi para perwira dek di kapal. Pertanyaan pada penelitian
ini adalah :
1. Sejauh apakah pentingnya
peranan dan pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi sebagai sarana penentuan
posisi di kapal?
2. Apa yang menyebabkan perwira
dek lebih suka menggunakan bahkan terkesan menjadi ketergantungan pada
peralatan navigasi elektronik dan enggan melakukan observasi benda angkasa?
3. Bagaimana peran perusahaan
dalam peningkatan pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi di atas kapal?
C.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1.
Peranan dan
Pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi
Keselamatan dan keamanan
pelayaran menurut Undang-Undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, adalah
suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut
angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. Salah satu hal
yang dapat menunjang terpenuhinya keselamatan tersebut adalah sistem navigasi
yang diterapkan di kapal. Navigasi menurut Shufeldt dalam Martopo (1997:1)
adalah proses mengarahkan gerakan sebuah kapal atau pesawat dari satu titik ke
titik lain dimana di dalamnya terkandung unsur seni dan ilmu. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa navigasi astronomi adalah suatu sistem penentuan posisi kapal
melalui observasi benda angkasa seperti matahari, bulan, bintang, dan planet
dengan menggunakan instrumen berupa sextant,
chronometer, compass, serta tabel-tabel dan Almanak Nautika.
Kompetensi perwira pelayaran
niaga selalu mengacu pada standar yang ditetapkan pada Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers
(STCW) sebagaimana telah diamandemen tahun 2010. Jika dilihat pada tabel
spesifikasi standar kompetensi minimum bagi perwira yang bertugas jaga di kapal
500 GT atau lebih, salah satu kompetensi di dalam fungsi navigasi pada level
operasional adalah mampu merencanakan dan melaksanakan pelayaran dan menentukan
posisi. Ada beberapa pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dituntut,
dimana salah satunya adalah kemampuan menggunakan benda-benda angkasa untuk
menentukan posisi kapal (STCW Including
2010 Manila Amendments, 2011 : 99). Hal tersebut diperjelas dalam pokok
bahasan pada IMO Model Course 7.03. Dapat
dikatakan bahwa setiap perwira dek harus cakap bernavigasi dengan Ilmu Pelayaran
Astronomi.
Sejarah mencatat pentingnya
Ilmu Pelayaran Astronomi dalam menjamin keselamatan pelayaran. Beberapa di
antaranya seperti hasil pelayaran Christopher Columbus dan Ferdinand Magellan
yang berlayar sebelum proyek GPS dimulai tahun 1988 oleh Departemen Pertahanan
Amerika Serikat (Dephan AS). Atau peristiwa di era abad 19 seperti
pemberontakan awak kapal yang dipimpin Perwira 1 kepada Capt. Blight di kapal
perang Inggris HMS. Bounty di Hawai yang kemudian tiba di Kupang dan tercatat
sebagai pelayaran sekoci paling jauh (Kuntjoro, 2011 : 19).
Sementara di sisi lain,
peralatan navigasi elektronika bergantung pada tegangan listrik generator,
seperti dijelaskan Kifune (2000) berikut ini :
“Generator voltage, stepped down by a transformer,
is supplied to onboard loads such as nautical instruments and lights. Nautical
instruments contain numerous
semiconductor devices which rely on DC for their operation”.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa peralatan
navigasi elektronika tidak akan beroperasi dengan baik jika generator kapal
mengalami gangguan, salah satunya dikenal dengan istilah black-out.
GPS saat ini menjadi andalan
para perwira dek karena keakuratannya yang cukup tinggi dan dapat menentukan
posisi kapal setiap saat. Namun, perlu diperhatikan bahwa ini dapat menjadi
ancaman bagi dunia kemaritiman. GPS dikendalikan Dephan AS dan dikelola oleh
Navstar, yang setiap saat dapat mengacaukan sistem GPS jika menganggap ada
keadaan bahaya seperti terjadi peperangan. Di sinilah dapat terlihat peran
penting Ilmu Pelayaran Astronomi sebagai salah satu alat kontrol terhadap
pelaksanaan rencana pelayaran.
Selain GPS, masih ada
beberapa alat navigasi elektronika lain seperti Automatic Identification System (AIS) dan Automatic Radio Detection and Ranging Plotting Aids (ARPA).
Penelitian terdahulu oleh Krol et.al. (2011) menunjukkan bahwa data yang
diperoleh dari alat elektronik bisa saja memberikan informasi yang tidak tepat
terkait gerakan kapal karena adanya time
delay. Penelitian lain oleh Januszewski (2009) menunjukkan bahwa penggunaan
sarana navigasi elektronik tidak cukup hanya dengan satu sistem tetapi harus
dikombinasikan dengan beberapa sistem. Itupun dipengaruhi oleh penempatan
satelit dan stasiun daratnya. Dari kedua penelitian ini jelas bahwa pelayaran
elektronika tidak selamanya bisa diandalkan, sehingga diperlukan alternatif
untuk mengontrol rencana pelayaran.
Rencana pelayaran itu sendiri
adalah proses menentukan jalur kapal yang paling aman dan efisien untuk diikuti
atau dilalui kapal dan memastikan kapal menyelesaikan komitmen pelayaran
(Bowditch, 1995 : 371). Menurut Resolusi IMO A.893 (21), dalam membuat sebuah
rencana pelayaran, ada 4 tahapan penting yang harus dilakukan yaitu Appraisal, Planning, Executing, dan Monitoring. Ilmu Pelayaran Astronomi
dapat menempati fungsi pelaksanaan dan juga pengawasan. Sebagaimana disebutkan
dalam The International Chamber of Shipping
(2007 : 32), tugas jaga navigasi dari perwira jaga didasarkan pada kebutuhan
untuk melaksanakan rencana pelayaran dengan selamat dan memonitor perjalanan
kapal yang disesuaikan dengan rencana tersebut.
Penulisan terdahulu oleh Chan
Wee Nee Winnie et.al. (2007) berjudul Celestial
Navigation, Heaven’s Guide for Mere Mortals mengungkap bahwa :
a. Ilmu Pelayaran Astronomi
menjadi pedoman dan andalan para navigator di masa lalu sebelum dikembangkannya
Ilmu Pelayaran Elektronika;
b. Ilmu Pelayaran Astronomi
dapat digunakan sebagai subjek untuk melakukan kalibrasi pada peralatan
navigasi elektronika;
c. Ilmu Pelayaran Astronomi
meiliki peran yang sangat penting dalam keselamatan pelayaran.
2. Ketergantungan
Perwira Dek pada Alat Elektronika dan Keengganan Melakukan Observasi Astronomis
Rencana pelayaran yang terbaik sekalipun,
tidak akan ada artinya tanpa sistem kontrol yang baik. Salah satu cara
memonitor rencana pelayaran adalah dengan memastikan posisi kapal tetap berada
di garis haluan yang telah direncanakan. Untuk itu, diperlukan kecakapan
perwira dalam menentukan posisi dengan menggunakan beberapa metode yang
tersedia.
Salah satu metode yang kini
menjadi andalan hampir semua perwira dek di dunia termasuk di atas kapal MV.
Ocean Phoenix, adalah dengan menggunakan peralatan navigasi elektronika karena
sangat efektif dan efisien. Sebutlah contoh, penentuan posisi dengan GPS yang
hanya memerlukan waktu dalam hitungan detik sehingga mengontrol pelayaran
menjadi hal yang mudah.
Sementara di sisi lain,
observasi benda angkasa dinilai terlalu rumit. Anggapan ini bahkan sudah
dimiliki oleh para perwira sejak masih di bangku pendidikan sebagaimana dialami
oleh para perwira di kapal MV. Ocean Phoenix. Hal ini mengakibatkan adanya rasa
ketidak-mauan untuk melakukan observasi benda angkasa sebagai implementasi dari
Ilmu Pelayaran Astronomi. Keadaan tersebut dapat dilihat dari jurnal observasi
yang jarang sekali terisi catatan observasi. Keengganan para perwira ini juga
didukung kurangnya kontrol dari Nakhoda yang tidak mewajibkan perwiranya untuk
melakukan observasi benda angkasa.
3.
Peran
Perusahaan dalam Peningkatan Pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi
Selain faktor-faktor yang
telah disebutkan pada poin sebelumnya, ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam
rangka peningkatan pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi di atas kapal, yaitu
peran dan perhatian dari perusahaan berupa pelatihan tentang penerapan Ilmu Pelayaran
Astronomi.
Pelatihan adalah salah satu
aspek dalam manajemen sumber daya manusia yang dilakukan sebagai upaya
pengembangan. Nitisemito (1982)
mengatakan bahwa latihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud
untuk dapat memperbaiki dan memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan
dan pengetahuan karyawan, sesuai dengan keinginan perusahaan dan berfungsi
meningkatkan kesadaran tentang pokok-pokok yang dibahas dalam latihan. Dengan
demikian, perusahaan yang menginginkan awak kapal bekerja efektif dan efisien,
sama sekali tidak boleh meremehkan pelatihan ini. Memang ada awak kapal yang
mampu memotivasi diri sendiri tanpa campur tangan perusahaan, tapi dalam
praktek jumlahnya tidak banyak. Beberapa sasaran yang dapat dicapai melalui
program pelatihan bagi perwira dek adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan diharapkan dapat
lebih cepat dan lebih baik daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dari segi
industri, ini bisa menurunkan biaya unit. Dari segi jasa, ini akan menghasilkan
layanan prima bagi pelanggan.
2. Penggunaan peralatan
diharapkan lebih tahan lama karena peralatan navigasi adalah investasi dengan
modal besar yang harus dipelihara agar tidak sampai rusak.
3. Angka kecelakaan diharapkan
lebih kecil karena kerusakan atau kesalahan yang terjadi pada peralatan
navigasi elektronika dapat diketahui dengan mensinkronkan hasil dari metode
pelayaran astronomi.
4. Tanggung jawab diharapkan
lebih besar seiring meningkatnya kepercayaan diri dalam penerapan Ilmu
Pelayaran Astronomi.
5. Kelangsungan perusahaan
pelayaran diharap lebih terjamin dengan investasi di bidang tenaga kerja, karena
melalui pelatihan, perusahaan akan didukung orang-orang yang tepat di bidangnya.
Selain pelatihan yang dapat
dilakukan dalam bentuk seminar atau workshop
yang melibatkan praktek, masih ada beberapa hal lain yang dapat ditempuh. Hal
tersebut antara lain perusahaan mengadakan internal audit, atau meminta Nakhoda
sebagai perwakilan perusahaan untuk menjadi teladan bagi perwira lain dalam
melakukan observasi benda angkasa, atau bekerjasama dengan lembaga pendidikan
kepelautan.
Penelitian oleh Hanzu dan
Pazara (2009) menunjukkan bahwa perusahaan pelayaran bertugas menyelenggarakan
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi personil di kapal. Seiring dengan hasil
tersebut, Varsami dan Popescu (2010) meneliti bahwa kecelakaan di atas kapal
dapat dihindari jika seluruh awak kapal sudah mengikuti pelatihan yang tepat. Setiap
langkah pelatihan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus disikapi
dengan bijaksana dan dengan satu landasan, yaitu terkontrolnya pelaksanaan
rencana pelayaran sehingga menunjang keselamatan pelayaran. Jika digambarkan
dalam bentuk kerangka alur pemikiran penelitian ini, maka akan tampak sebagai
berikut :
Gambar 1 : Diagram alur pemikiran
penelitian
D.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan untuk menjawab pertanyaan
penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Peranan dan pemanfaatan Ilmu
Pelayaran Astronomi sebagai sarana penentuan posisi di kapal masih sangat
penting. Ini terkait dengan adanya peraturan untuk tetap mempelajarinya dan
adanya keterbatasan pada sarana navigasi elektronika.
b. Perwira dek lebih suka
menggunakan bahkan terkesan menjadi ketergantungan pada peralatan navigasi
elektronik dan enggan melakukan observasi benda angkasa karena lebih mudah dan
cepat. Sementara di sisi lain, penilikan benda angkasa dirasakan rumit dan
perlu waktu yang lebih lama.
c. Perusahaan memiliki peran besar
dalam meningkatkan pemanfaatan Ilmu Pelayaran Astronomi di atas kapal. Tidak
adanya perhatian dari perusahaan mengenai pelatihan dan penerapan Ilmu Pelayaran
Astronomi di kapal, menyebabkan para perwira dek enggan menggunakannya.
d. Saran
Berdasarkan kesimpulan di
atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
a. Perusahaan mengadakan
internal audit berkala khusus perihal peralatan dan kegiatan navigasi termasuk
memeriksa penggunaan observasi benda angkasa untuk kepentingan navigasi di
kapal.
b. Nakhoda dan perwira senior
menjadi teladan bagi perwira lain dalam melakukan observasi benda angkasa, baik
untuk penentuan posisi maupun perhitungan deviasi pedoman. Nakhoda mewajibkan
perwira untuk mengisi jurnal dan memeriksanya.
c.
Perusahaan
dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan kepelautan untuk mengadakan
pelatihan atau seminar khusus untuk memberikan kesadaran terhadap pentingnya
Ilmu Pelayaran Astronomi, baik kepada perwira yang sudah berdinas maupun calon
perwira yang akan naik kapal.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Bowditch, Nathaniel. 1995. Practical Navigator. Newburyport: Marine Navigation Department.
Hartanto, Cahya Fajar Budi. 2014. Ilmu Perlayaran Astronomi. Semarang: Akpelni
Hanzu, Radu., dan Pazara. 2009. The Role of Shipping
Companies in Increasing Onboard Personnel Competencies. Maritime Transport & Navigation Journal. Vol. 1 : halaman
111-116
Januszewski, J. 2009. Satellite and Terrestrial
Radionavigation Systems on European Inland Waterways. International Journal on Maritime Navigation and Safety of Sea
Transportation. Vol. 3 : halaman 121-126
Kifune, Hirayosu. 2000. Fundamentals
of Maritime Electronic Apparatus. Japan: Japan Marine Engineers’
Association
Krol, A., et.al. 2011. Fusion of Data Received from AIS
and FMCW and Pulse Radar – Results of Performance Tests Conducted Using
Hydrographical Vessels Tukana and Zodiak. International
Journal on Maritime Navigation and Safety of Sea Transportation. Volume 5:
halaman 463-469
Kuntjoro, Dady Tjahjo. 2011. Pelayaran Astronomi. Jakarta: STIP
Nitisemito, Alex S. 1982. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia). Jakarta:
Ghalia Indonesia
Martopo, Arso. 1997. Ilmu Pelayaran
Astronomi.
Semarang: BPLP
Pamungkas, Agus. 2014. Penggunaan Ilmu Pelayaran Astronomi sebagai
Kontrol terhadap Rencana Pelayaran di Atas kapal MV. Ocean Phoenix. Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasikan. Semarang: Akpelni.
SIGTTO. 2011. Passage
Planing Guide (Malacca and Singgapore Straits, 3rd Ed). Edinburg, Scotland,
UK: Witherby Publishing Group.
Study Course No. 1.3.
2005. Bridge Resource Management. Jakarta: BP3IP.
Swift, AJ., dan TJ. Bailey. 2004. Bridge Team Management (Second Edition). London: The Nautical Institute.
The International Chamber of Shipping. 2007. Bridge Procedure Guide (Fourth Edition). London: Marisec Publications
Varsami, Anastasia., dan Corina Popescu.
2010. Safety Onboard Passenger Ships from the Crew Members’ Training Point of
View. Maritime Transport & Navigation
Journal. Vol. 2 : halaman 65-68
No comments:
Post a Comment